ceritakan bagaimana perkembangan al- azhar kairo menganut aliran sunni
Sejarah
putriafarhana
Pertanyaan
ceritakan bagaimana perkembangan al- azhar kairo menganut aliran sunni
1 Jawaban
-
1. Jawaban JONATHANJUNIOR
hai nama saya jonathan aku akan ceritakan
1
Sekolah Menengah Pertama Sejarah 5 poin
Ceritakan bagai mana perkembangan al azhar kairo menganut aliran sunni
1
Tanyakan detil pertanyaan Ikuti tidak puas? sampaikan! oleh ridwangans 21.02.2017
Jawabanmu
muhammadridhohushain
muhammadridhohushain Ambisius
2017-02-22T23:19:38+07:00
Pada abad ke sepuluh masehi, perpecahan kekhilafahan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad menimbulkan faksi-faksi. Kaum Syiah yang tadinya menjadi mitra Bani Abbasiyah dalam menggusur Dinasti Umayyah berbalik melakukan oposisi terhadap pemerintah Abbasiyah di Baghdad. Penyebabnya, mereka kerap kali dikecewakan oleh kebijakan Bani Abbasiyah setelah mereka berkuasa. Sementara Bani Abbasiyah semakin melemah, gerakan politik religius kaum Syiah justru sedang mengalami perkembangan yang sangat cepat.
Pusat perjuangan kaum Syiah dalam oposisinya terhadap Baghdad tidak menetap pada satu daerah, melainkan berpindah-pindah. Hingga ketika mereka mengangkat Abu Ubaidillah al-Mahdi sebagai pemimpin, dikirimlah seorang misionaris Syiah ke Afrika Utara. Misinya berhasil menggalang penduduk Barbar dan daerah Ifriqiya (sekarang Tunisia).
Di tempat itulah Abu Ubaidillah, yang ‘digadang-gadang’ punya garis keturunan langsung dari Nabi Muhammad, berhasil meluaskan pengaruhnyaSelanjutnya, Ubaidillah al-Mahdi, anak dari Abu Ubaidillah al-Mahdi, diangkat menjadi imam Syiah menggantikan ayahnya yang telah wafat. Bahkan, pasukan Barbar yang menjadi penyokongnya mengangkat Ubaidillah sebagai Khalifah tandingan pada tahun 909 masehi. . Maka berdirilah kekuasaan baru di Kairouan, ibukota Ifriqiya. Pada tahun 921, Ubaidillah memindahkan pusat kekuasaannya ke Kota Mahdiya, sebuah kota baru yang didirikannya. Di sanalah Dinasti Syiah Ismaili mulai dikembangkan.
Pada masa pemerintahan dinasti Fatimiyah, Syiah menyebar dan bergerak sangat cepat. Pada tahun 969 masehi, pengaruh Dinasti itu sampai juga ke tanah Mesir. Setahun kemudian, bahkan berhasil melebarkan pengaruh hingga ke Damaskus. Dengan pengaruh yang hebat di dua pusat peradaban muslim zaman itu tadi sebagian besar wilayah dunia Islam seakan-akan siap menjadi daerah kekuasaan kaum Syiah.
Kehadiran Dinasti Fatimiyah di Mesir ternyata membawa banyak hal positif. Salah satunya, mereka dianggap berhasil menjadikan Mesir sebagai pusat kekhilafahan kaum Syiah dan menjadikan Kairo (al-Qahirah yang berarti kemenangan) sebagai ibukota negara yang baru pada tahun 973 masehi.
Selama masa pemerintahan dinasti itu, bangsa Mesir pun mengalami kemakmuran yang luar biasa: salah satunya mampu menggairahkan kembali kehidupan seni dan berarsitektur di negeri itu. Salah satu karya agung yang dibangun oleh mereka salah satunya Masjid Al-Azhar.
Nama al-Azhar mulai dikenal ketika Khalifah al-Muizz li Dinillah (953-975) memerintahkan Panglima Jauhar al-Katib al-Siqilli untuk meletakkan batu pertama pembangunan Masjid Jami’ al-Qahirah (Kairo). Setelah usai dibangun masjid itu pun berganti nama menjadi Masjid Jami’ al-Azhar, yang dinisbahkan dari nama Fatimah as-Zahra, putri Nabi yang menjadi istri Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Selain itu, Al-Azhar juga punya arti bunga, yang kemudian menjadi simbol dari ‘kemegahan’ peradaban muslim Kairo ketika itu.Masjid ini memiliki pelataran besar berbentuk persegi panjang yang dikelilingi oleh rangkaian portico. Seperti halnya Masjid Umayyah di Damaskus, ternyata tiang-tiang kolom di masjid ini juga memanfaatkan kembali kolom-kolom kuno untuk menunjang arcade (atap lori) yang terbuat dari bata-bata yang sudah dilapisi dengan plesteran semen.
Arcade tersebut memiliki banyak lengkungan. Desain teknis dan perbandingan antarlengkungannya sangat mengagumkan. Bahkan, ada yang menyebutnya energetik, maksudnya ada kesan masif yang ditampilkan oleh pola lengkungan yang semakin yang meninggi, dengan rekatan berbahan plester yang sangat halus.
Berbeda dengan pola lengkungan di Damaskus, dan Cordoba yang mempunyai khas lengkungan berbentuk seperti tapal (sepatu kuda). Lengkungan-lengkungan (arc) pada desain masjid ini agak ramping, seperti kebanyakan pola lengkungan di sebagian besar masjid-masjid yang ada di Mesir. Nah, untuk mengurangi kesan terlalu ramping itu, para arsiteknya meletakkan tiga kolom sekaligus pada setiap sisi pintu masuk bangunan masjid